5 Langkah Sukses Bisnis E Commerce
Patricia Seyboald,
peneliti dan konsultan terkemuka di Amerika, baru-baru saja menyelesaikan
risetnya terhadap lebih dari 40 perusahaan yang berhasil mengembangkan bisnis
e-commerce-nya.
Berdasarkan kajian
yang dilakukan terhadap sejumlah perusahaan tersebut, yang bersangkutan
menemukan kesamaan strategi yang masing-masing perusahaan jalankan dalam
merencanakan dan mengembangkan bisnis di dunia maya tersebut. Ada 5 (lima)
langkah yang mereka jalankan seperti yang dijelaskan sebagai berikut (Seybold,
1998).
Sumber: Patricia
Seybold, 1998
Langkah 1:
Set Strategy
Hal yang pertama
kali harus dilakukan adalah menyusun suatu strategi dengan berpegang pada suatu
prinsip, yaitu bagaimana memudahkan konsumen dalam melakukan bisnis dengan
perusahaan.
Perlu
diperhatikan, bahwa konsumenlah yang akan menjadi sumber pendapatan perusahaan
karena merekalah yang akan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Perusahaan harus
memastikan bahwa cara berbisnis yang ditawarkan tidak merepotkan atau
menyilitkan mereka, sebaliknya justru mempermudah mereka dalam mendapatkan
produk atau jasa yang dibutuhkan.
Jalan yang paling
mudah untuk mulai membangun strategi perdagangan melalui dunia maya yaitu
dengan cara berempati, yaitu berfikir seperti layaknya seorang konsumen. Paling
tida ada 5 (lima) “syarat” konsumen yang harus selalu diperhatikan dan
dipenuhi, yaitu masing-masing:
“Don’t Waste Our Time” – yang memiliki arti bahwa perusahaan harus
menerapkan mekanisme perdagangan yang cepat dan tidak membuang-buang waktu
berharga konsumen. Contohnya, jika ingin menerapkan pembayaran melalui website,
harus dipastikan bahwa mekanisme pengisian formulir dan pembayaran dapat
dilakukan dengan cepat.
Dengan kata lain,
rangkaian aktivitas mulai dari pemilihan produk atau jasa sampai dengan proses
distribusi, harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, dilihat dari
perspektif konsumen.
“Remember Who We Are” – merupakan suatu prinsip dimana perusahaan harus
memberikan perhatian yang cukup kepada konsumen yang dilayaninya, terutama
mereka yang telah pernah melakukan transaksi sebelumnya dengan perusahaan.
Peran sistem basis
data konsumen sangat menentukan di sini, dimana perusahaan harus mengetahui
karakteristik masing-masing konsumennya sehingga tahu betul cara melayani
mereka.
“Make It Easy for Us to Order and Procure Service” – mengandung makna bahwa selain cepat, proses
pemesanan dan pembelian barang pun harus dapat dilakukan secara mudah, dan
tidak bertele-tele.
Harap diperhatikan
bahwa dengan menggunakan teknologi informasi, belum tentu semuanya dapat
berjalan dengan cepat dan sederhana, karena untuk barang-barang yang bersifat
fisik (tidak dapat didigitalisasi), proses pengiriman atau distribusi secara
fisik tetap dilakukan, sehingga jarang justru akan melibatkan proses-proses
manual (konvensional). Contohnya adalah pengiriman buku dari luar negeri ke
dalam negeri yang harus tertahan di kantor pos karena si pemesan harus membayar
pajak tambahan terlebih dahulu, dan mengambil barangnya di kantor pos.
“Make Sure Your Service Delight Us” – menekankan bahwa perlunya perusahaan untuk selalu
memuaskan konsumen dilihat dari segi pelayanan (customer service) yang
diberikan.
Ada pepatah
mengatakan bahwa ‘good service is proactive service’, yang berarti bahwa
perusahaan jangan selalu beranggapan bahwa semuanya telah dan akan berjalan
dengan baik.
Manajemen harus
dapat mengantisipasi berbagai hal yang mungkin terjadi dan menimpa konsumennya.
Misalnya adalah pengiriman paket yang mungkin lebih lambat dari jadwal yang
telah dijanjikan.
Terhadap berbagai
hal yang mungkin terjadi ini, perusahaan harus memiliki ‘senjata’ untuk dapat
mengembalikan kekecawaan konsumen karena adanya hal-hal yang tidak diinginkan
terjadi tersebut.
“Customize Your Products and Service for Me” – adalah sebuah hal yang secara teknis telah mungkin
dilakukan pada saat ini, yaitu perusahaan dapat menciptakan dan menjual produk
atau jasa yang unik terhadap kebutuhan spesifik konsumen tertentu.
Misalnya adalah
seorang konsumen yang menetapkan sendiri kriteria pesawat dan hotel yang ingin
dipergunakannya selama bepergian ke luar kota. Tentu saja perusahan perlu
mengadakan kajian terhadap kemungkinan dapat dipenuhinya kebutuhan tersebut,
mengingat besarnya investasi yang kerap harus dikeluarkan untuk dapat
memberikan pelayanan seperti ini.
Langkah 2:
Focus on the End-Customer
Setiap proses
bisnis pasti memiliki konsumen yang secara langsung maupun tidak langsung
“menkonsumsi” produk atau jasa yang ditawarkan. Pada tahapan ini, adalah
penting bagi perusahaan untuk mengkaji dan mendefinisikan siapa sebenarnya
konsumen lansung (end-customer) dari produk atau jasa yang ditawarkan. Hal ini
perlu dilakukan menimbang prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pada akhirnya,
merekalah yang akan menikmati atau mengkonsumsi produk tersebut, bukan para
distributor atau retailer.
Jika terjadi
kesalahan mekanisme bisnis pada salah satu titik distribusi tersebut yang menyebabkan
konsumen tidak puas (misalnya kesalahan dalam proses ‘handling’ sehingga produk
menjadi cacat), maka perusahaan-lah yang akan terkena dampaknya.
Oleh karena itu,
adalah langkah yang tepat untuk selalu memperhatikan dengan seksama perilaku
dan penilaian end-customer terhadap kualitas produk dan pelayanan yang
diberikan.
Di dalam dunia
maya, terjadi fenomena yang disebut sebagai “disintermediation”, dimana dengan
adanya internet memungkinkan terjadinya proses perdagangan langsung antara
pihak pencipta produk dengan end-customer-nya, tanpa harus melalui
perusahaan-perusahaan “broker” lainnya.
Tentu saja, hal
ini akan menekan biaya distribusi sehingga secara langsung akan berdampak pada
harga produk atau jasa yang ditawarkan. Jika end-customer menyadari hal ini,
maka mereka tentu saja akan memilih untuk berbisnis langsung dengan perusahaan
pencipta produk tanpa harus melalui perantara lainnya.
Langkah mengetahui
end-customer juga dapat dipergunakan untuk memperhatikan basis komunitas
konsumen yang terbentuk sehingga perusahaan dapat dengan mudah memfokusikan
dirinya pada segmen tersebut.
Di samping itu,
dengan mengetahui karakteristik end-customer, perusahaan juga dapat melakukan
“bargaining” terhadap distributor atau retailer yang memiliki basis komunitas konsumen
yang besar dan baik.
Pertimbangan
terakhir adalah kenyataan bahwa yang memegang uang untuk membayar produk atau
jasa yang ditawarkan adalah end-customer, sehingga merekalah yang secara
prinsip harus dijaga kepuasan dan loyalitasnya.
Langkah 3:
Redesigning Customer-Focus Business Process
Ketika konsep
Business Process Reengineering (BPR) diperkenalkan sejalan dengan perkembangan
teknologi informasi, banyak perusahaan yang mulai melakukan rancang ulang
terhadap proses dan aktivitas internalnya agar tercipta suatu alur yang efisien
(cheaper, better, and faster).
Hanya saja ada
kesalahan prinsip yang sering dilakukan, yaitu dimulainya melakukan proses
perancangan dari dalam ke luar (from inside to outside), padahal tujuan akhir
dari perubahan proses bisnis tersebut adalah untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan, yang notabene berada di luar perusahaan (eksternal).
Proses perancangan
ulang yang benar adalah dengan memualinya dari aktivitas terluar, yaitu yang
menghubungkan perusahaan dengan konsumennya (customer focus business process).
Dengan selalu
beranggapan bahwa “customer is a king”, perusahaan berusaha mencari tahu dahulu
hal-hal apa saja yang menjadi tuntutan konsumen terhadap cara-cara atau
mekanisme perusahaan dalam melakukan perdagangan melalui internet, barulah
manajemen menentukan proses bisnis yang sesuai yang harus dilakukan secara
internal untuk mendukung kebutuhan tersebut. Proses ini dinamakan sebagai
“Redesigning Processes from the Outside In).
Dalam kerangka
manajemen e-commerce akan terlihat bagaimana perusahaan akan melakukan
“streamlining” terhadap beberapa proses berikut secara berurutan:
1. Customer Service Business Process (Virtual Market)
1. Customer Service Business Process (Virtual Market)
2.
Internal Supply Chain Management
3.
Vendors and Suppliers Management
Langkah 4:
Wire Company for Profit
Setelah proses
bisnis selesai dirancang ulang untuk menyesuaikan dengan karakteristik
bertransaksi di dunia maya, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan
infrastruktur perusahaan untuk memungkinkan terjadinya mekanisme bisnis yang
diinginkan.
Yang paling
penting untuk dikathui di sini adalah bagaimana mentransformasikan kebutuhan
bisnis dengan spesifikasi teknologi informasi yang ada (business and
information technology alignment).
Ada 4 (empat)
“bahasa” yang dapat dipergunakan untuk menjembatani gap yang biasa terjadi
antara sisi bisnis (demand) dengan sisi teknologi (supply), yaitu sebagai
berikut:
-Customer Profiles
– merupakan karakteristik konsumen beserta perilakunya yang akan sangat
menentukan tipe aplikasi yang cocok dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan
mekanisme perdagangan. Sistem antarmuka (user interface) merupakan kunci dari
efektivitasnya sebuah situs e-commerce dalam merangsang konsumen untuk
melakukan transaksi melalui internet.
-Business Rules –
dimana merupakan pengejawantahan dari kebijakan perusahaan (company policy)
dalam melakukan mekanisme bisnis dan perdagangan. Aturan-aturan ini secara
implisit maupun eksplisit harus dapat didefinisikan dengan jelas sehingga pihak
perancang teknologi informasi dapat menentukan sistem yang sesuai dengan
kebutuhan tersebut dan dapat memimikkan aturan-aturan proses yang berlaku.
Termasuk dalam
kategori ini adalah mekanisme jual beli, aturan perpajakan, cara penentuan
harga, fasilitas pemotongan (discount), dan lain sebagainya.
-Business Events –
adalah kumpulan dari aktivitas utama yang biasa dilakukan oleh pihak-pihak
terkait (stakeholders) dalam perusahaan maupun oleh rekanan bisnis atau
konsumen. Misalnya adalah transfer uang dari rekening bank ke perusahaan, penanganan
keluhan konsumen, pembuatan laporan berkala perusahaan, permintaan informasi
oleh pelanggan, dan lain sebagainya.
-Business Objects
– yang pada dasarnya adalah kumpulan dari entiti-entiti bisnis, baik
secara fisik maupun abstrak, yang ditemui di dalam aktivitas sehari-hari dan
menjadi subjek maupun objek dalam proses perdagangan. Contohnya adalah:
pelanggan, pemasok, uang, peralatan, kertas, buku, dan lain-lain.
Pengkajian
terhadap objek yang relevan dengan bisnis perusahaan sangat penting karena pengembangan
aplikasi e-commerce menggunakan prinsip-prinsip “component based development
system” yang merupakan konsep pemrograman berbasis objek.
Langkah 5:
Foster Customer Loyalty
Langkah yang
terakhir adalah berusaha untuk membuat konsumen loyal terhadap perusahaan
e-commerce yang ada, hanya karena dengan loyalitas mereka sajalah maka
profitabilitas usaha dapat tercapai. Prinsip-prinsip profitabilitas yang dapat
dicapai dengan cara memelihara loyalitas konsumen adalah sebagai berikut:
- Base Revenue – dimana perusahaan harus memiliki model bisnis (business model) yang
menjamin adanya pemasukan (cash-in) bagi perusahaan paling tidak untuk
mempertahankannya tetap eksis di internet (operational cost). Jika sumber
pendapatan ini dapat secara konvensional diterima oleh perusahaan sesuai dengan
siklus keuangan yang dibutuhkan, maka perusahaan telah berada dalam posisi yang
aman.
- Growth –
setelah sumber dasar pendapatan secara aman telah diperoleh, maka tibalah
saatnya perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat tumbuh menjadi
lebih besar. Cara termudah adalah dengan berusaha meningkatkan jumlah konsumen
atau dengan menawarkan produk/jasa baru kepada konsumen yang sudah ada.
- Referral –
jika konsumen atau pelanggan tetap merasa puas dengan fasilitas dan pelayanan
yang diberikan oleh perusahaan, maka mereka akan memberitahukannya dengan calon
konsumen lain. Teknik pemasaran “dari mulut ke mulut” ini terbukti masih
menjadi cara yang paling efektif untuk mendapatkan pelanggan di dunia maya,
sehingga secara cepat dan pasti perusahaan akan terus mendapatkan pelanggan
baru.
- Price Premium
– teknik terakhir yang dapat dipakai untuk meningkatkan pendapatan adalah
dengan menerapkan sistem penerapan harga yang berbeda untuk masing-masing
konsumen (price discrimination). Kenyataan bahwa konsumen yang loyal biasanya
mau mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk membeli suatu produk atau jasa
dibandingkan dengan konsumen baru merupakan peluang bagi perusahaan untuk
memberlakukan harga khusus (price premium) bagi mereka.
Comments
Post a Comment